Bahana Paramarta Terobosan Pertama Franchise Developer Griya

width=640
Img Source: Startups.co.uk

Selama manusia masih ada, maka selama itu pula kebutuhan akan tempat tinggal (baca: rumah, red.) akan selalu ada. Demand yang menggiurkan ini wajib ditangkap. Bahkan, oleh mereka yang awam sekali pun dengan dunia properti yaitu cukup dengan membeli franchise yang ditawarkan oleh Bahana Paramarta. Franchise developer? Apa itu? 

Harus diakui, selama ini, bisnis properti merupakan salah satu primadona. Jumlah uang yang berputar di sektor ini sangat melimpah. Sehingga, secara alamiah, pengusaha yang berminat terjun ke bisnis ini jumlahnya semakin lama semakin meningkat. Alhasil, tingkat persaingan di antara mereka berlangsung dengan ketat. Kondisi ini, mengharuskan para developer mencari peluang dan strategi jitu, jika ingin tetap bertahan.

Hal ini, juga disadari Didik Darmawan, founder didA Group, sebuah perusahaan pengembang perumahan yang berdiri tahun 2002. Ia merasa perlu menciptakan suatu strategi baru. Tahun 2010, pemilik perusahaan yang membangun perumahan di kawasan Tangerang sepanjang tahun 2004−2009 dan kini telah laku semuanya itu, bertemu dengan Bambang Subagio, President Direktur PT Bangun Wahana Mandiri, sebuah perusahaan kontraktor bangunan sekaligus kontraktor interior. Lalu, keduanya memikirkan tentang konsep franchise di bidang properti. Dan, setahun kemudian berdirilah PT Bangun Properti Indonesia dengan brand Bahana Paramarta.

Kehadiran Bahana Paramarta, dipicu pula oleh adanya peluang dan keinginan untuk selalu menjadi yang pertama. “Pada umumnya, developer properti berkapasitas sangat besar, seperti Ciputra, Lippo, atau Sinar Mas. Mereka sudah kuat dan bersifat konglomerasi. Sehingga, tidak mungkin di-franchise-kan. Di sudut yang lain, ada developer konvensional, dalam arti, hanya membangun satu atau dua rumah lalu tidak ada lagi kabarnya atau tidak mempunyai sistem yang jelas. Sedangkan Bahana Paramarta, menyasar pada unit-unit rumah yang berada di tengah-tengah keduanya atau di kelas-kelas yang tidak dilirik brand-brand besar. Di sisi lain, selama ini, belum pernah ada developer properti yang di-franchise-kan,” jelas Bambang Subagio.

Konsep franchise yang ditawarkan Bahana Paramarta, Bambang melanjutkan, tidak membutuhkan lahan yang terlalu besar. Cukup 1 ha−2,5 ha, tapi dikelola seperti brand-brand besar dan akan terus memperluas lahan. “Dengan kata lain, polanya seperti developer besar tapi luas lahannya kecil,” kata sarjana teknik sipil dari Universitas Brawijaya, Malang, ini. Selain itu, franchise ini juga bertujuan membuat sebanyak mungkin rumah untuk semua kalangan. Karena itu, ada tiga tipe yang ditawarkan yaitu tipe sederhana, menengah sederhana, dan menengah atas dengan franchise fee Rp250 juta−Rp500 juta (tidak termasuk lahan dan start up capital/working capital, red.). “Total modal yang harus dimiliki franchisee minimal Rp1 milyar,” ungkapnya.

Total modal sebesar itu, ia menambahkan, bagi dunia properti merupakan nilai yang sangat kecil. Dengan demikian, orang awam pun, yang notabene sasaran utama dari franchise ini, bisa menjadi developer. “Mereka, nantinya, akan kami tempatkan sebagai investor atau setidaknya di bagian keuangan,” ujarnya. Hal ini, sesuai dengan salah satu keunggulan franchise ini yaitu autopilot management di mana bisnis ini dapat berjalan dengan baik tanpa keterlibatan aktif franchisee.

Franchise ini, ia melanjutkan, juga sangat fleksibel. Dalam arti, kebanyakan proposal yang masuk berasal dari orang-orang yang memiliki lahan tapi tidak memiliki modal. Padahal, layaknya sebuah bisnis, tentu yang disasar oleh Bahana Paramarta adalah mereka yang memiliki modal minimal Rp1 milyar. “Selanjutnya, terserah mereka apakah akan membeli lahan atau tidak. Bila tidak, maka Bahana Paramarta akan menggabungkan antara pemilik modal dengan pemilik lahan. Lantas, kami membentukkan sebuah perusahaan bagi mereka di bawah payung Bahana Paramarta, dengan modal sesuai dengan yang mereka miliki,” jelas kelahiran Tulungagung, 13 Mei 1964 ini.

Fleksibilitas franchise ini juga ada pada royalty fee-nya yang sebesar 5% dari total omset, yang baru diambil setelah masa pembangunan. “Berbeda dengan franchise lain yang begitu dibuka langsung bisa dagang, kami memerlukan waktu minimal enam bulan. Setelah itu, baru dilakukan pembangunan dan selanjutnya penjualan. Tapi, selama belum ada rumah yang terjual, maka royalty fee pun belum bisa diambil. Kondisi ini yang menjadikan kami sangat selektif dalam menentukan siapa nantinya franchisee kami,” ucapnya.

Saat ini, Bahana Paramarta telah memiliki dua franchisee yang berlokasi di Depok dan Kendari. Sementara target hingga akhir tahun ini sebanyak empat franchisee. “Sasaran   kami masih tetap kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Berikutnya, kami melangkah ke berbagai ibukota propinsi di seluruh Indonesia dan lalu ibukota-ibukota kabupaten/kotamadya yang secara ekonomi sudah bagus,” pungkasnya.

Tags

Share this on:

Related Post