Bean Bag Chair Empuk Kursinya Empuk Pula Pasarnya

width=1000
Img Source: Flaghouse.com

Di luar negeri, bean bag chair sudah sangat dikenal. Sementara di Tanah Air, baru sebatas diperkenalkan dan diketahui. Sehingga, pasarnya pun masih terbuka sangat luas dan hal ini tentu saja memunculkan persaingan. Untuk mampu bertahan, bukan cuma dalam persaingan, melainkan juga untuk menjaga tren, masing-masing produsen harus memiliki diferensiasi. Dan, hal itulah yang dilakukan be.my.bean. Apa diferensiasi itu?

Kursi, selama ini, hanya kita ketahui sebagai tempat duduk, salah satu furnitur untuk mengistirahkatkan tubuh kita. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, kursi mengalami berbagai modifikasi baik bentuk maupun bahan yang digunakan. Contoh, bean bag chair.

Bean bag chair adalah kursi atau tempat duduk. Tapi, ia bukan sekadar kursi, melainkan tempat duduk yang terbuat dari kain dan berbentuk seperti kantung, yang di dalamnya berisi butiran-butiran styrofoam. Sehingga, bentuknya tidak rigid, tapi fleksibel. Dalam arti, mengikuti bentuk tubuh orang yang mendudukinya.

Di mancanegara, bean bag chair sudah sangat dikenal. Sebaliknya dengan di Indonesia di mana selama bertahun-tahun pasar bean bag chair kosong. Seandainya dapat ditemui, cuma di beberapa outlet furnitur seperti Ace Hardware dan Informa, dengan status sama dengan furnitur lain.

Kondisi inilah yang menarik perhatian tiga sahabat, sekaligus para arsitek dari Institut Teknologi Bandung, yaitu Estie Budiutami, Cherie Anisa Nuraini, dan Kiki Zakiyatus Shalihah. “Pada mulanya, saya hanya menjual bean bag chair. Lalu, teman-teman kami mendorong saya untuk membuatnya sendiri. Karena, bean bag chair yang ada saat itu hanya tersedia di beberapa toko dan bentuknya standar. Hal itulah, yang mencetuskan ide dalam benak kami untuk membuat bean bag chair sendiri. Apalagi, ternyata, demand-nya ada,” kisah Estie Budiutami (Estie). Lalu, awal tahun 2010 berdirilah be.my.bean dengan modal Rp10 juta.

Namun, meski sudah memiliki referensi tentang kursi yang juga baik bagi anak-anak berkebutuhan khusus lantaran membuat mereka merasa nyaman, ketiganya tetap harus menjalani trial and error selama 3−4 bulan. Bukan cuma itu, mereka juga harus menyediakan waktu untuk memperkenalkan produk tersebut, sebelum pada akhirnya konsumen mau membeli.

“Dalam setiap pameran yang kami ikuti, kami harus menghabiskan waktu 5−10 menit terlebih dulu sekadar memberi penjelasan pada calon konsumen. Tapi, di sisi lain, ketika kami sedang memasarkan bean bag chair dari satu bazar ke bazar lain, kami memperoleh masukan dari para pengunjung baik dari sisi ukuran, model, warna, maupun bahan yang digunakan. Imbasnya, setahun terakhir ini usaha ini berjalan dengah baik,” tutur Cherie Anisa Nuraini (Ei).

Ya. Dalam perkembangannya, produk be.my.bean ini juga dapat ditemui di beberapa mal, berdampingan dengan bean bag chair lain yang telah memiliki brand (baca: produk impor, red.). Di samping itu, be.my.bean juga mulai mempunyai pesaing, sekali pun sebagian bahan yang digunakan para pesaing masih impor.

“Hal ini, bisa dimaklumi, mengingat pada dasarnya bean bag chair merupakan barang generik. Jadi, masing-masing masih bisa bermain dengan style. Tapi, untuk memenangkan persaingan harus ada diferensiasi. Dari sisi desain, kami sudah oke. Sebab, desain dapat dicomot dari desain yang ada di luar negeri. Jadi, apa lagi ya yang harus dilakukan untuk membedakan dengan merek lain? Akhirnya tercetus material dan servis,” kata Ei.

Dari sisi material, be.my.bean menggunakan bahan dalam negeri kecuali styrofoam-nya yang memang produksi pabrikan. Untuk cover-nya, produk be.my bean ini terbagi menjadi enam jenis bahan di mana beberapa bahan di antaranya terbagi menjadi beberapa jenis lagi. Bahan-bahan yang dimaksud yaitu oscar, suede, parasut, kanvas, katun, bulu, dan sunbrella. “Baru-baru ini, kami juga membuat bean bag chair dari kain batik dan sarung yang kami tujukan bagi pasar khusus,” ujar Esti.

“Pada dasarnya, bean bag chair adalah kursi. Sehingga, siapa pun boleh membuatnya. Karena itu, kami harus memiliki pembeda/ciri khas. Contohnya, dengan membuat bean bag chair dari bahan batik dan sarung. Nantinya, tidak tertutup kemungkinan, kami membuat bean bag chair dari tenun ikat, ulos, dan lain-lain, sesuai demand,” Ei, menambahkan.

Di dalam bean bag chair, di samping mengandung unsur permainan bahan, juga ada unsur permainan model. Khusus be.my.bean, tersedia 13 model/bentuk dasar di mana beberapa di antaranya mempunyai tiga ukuran yaitu small, medium, dan large. Be.my.bean juga menerima pesanan di luar model dan bahan yang ada, yang tentu saja mempunyai harga tersendiri.

Berkaitan dengan harga, bean bag chair dewasa dijual dengan harga mulai dari Rp495 ribu, sedangkan untuk anak-anak dimulai dari harga Rp275 ribu. Untuk harga cover-nya, untuk bean bag chair dewasa minimal Rp300 ribu dan untuk anak-anak Rp160 ribu. Sementara untuk isinya, dijual dengan harga Rp85 ribu/kg di mana untuk setiap bean bag chair dibutuhkan rata-rata 3 kg−4 kg.

Sementara berbicara tentang servis, be.my.bean memberi garansi selama setahun, memberi tahu bagaimana me-maintenance, dan menyediakan after sales service berupa perbaikan kerusakan yang tidak disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan. “Di sisi lain, kami sedang berusaha menciptakan brand melalui penerimaaan perbaikan bean bag chair, sekali pun bukan produksi be.my.bean. Dengan demikian, ketika konsumen ingin memperbaiki bean bag chair-nya yang terlintas adalah be.my.bean,” tegas Ei.

 Dalam membuat bean bag chair, be.my.bean mempekerjakan enam penjahit secara borongan dan outsourcing yang tersebar di kawasan Jagakarsa, Jati Padang, dan Tangerang. Dari ketiga lokasi tersebut, setiap bulan diproduksi 50 bean bag chair yang dipasarkan melalui berbagai jalur, seperti melalui reseller (titip jual pada beberapa toko), pemesanan/by online, secara langsung di mana konsumen dapat datang ke outlet-nya yang terletak di Pasar Minggu, dan berbagai pameran, serta freelance reseller. “Kami juga menjalin kerja sama dengan beberapa online retailer,” ungkap Ei.

Ke depannya, ketiga perempuan ini ingin membuat bean bag chair yang unik. Karena, benda ini dapat ditemui di mana saja, harganya pun dapat dibanting. Di sisi lain, sebagai produk yang sedang ngetren, mereka tidak ingin ketika ketika tren itu berlalu maka berlalu pula tempat duduk ini. “Kami ingin terus menjaga agar pasarnya selalu ada. Kendati, tidak dalam bentuk pembelian baru, tapi lebih kepada maintenance produk yang sudah dibeli. Sehingga, market yang sudah ada akan terus bertahan. Bukan hanya itu, kami juga ingin menggapai pasar luar negeri dengan membuat bean bag chair dari bahan yang unik, khas Indonesia,” pungkas mereka, optimis.

Tags

Share this on:

Related Post