Budi Utoyo: Kuncinya Ada Pada Sistem

width=800
Image source: id.techinasia.com

Memiliki banyak perusahaan, jangan diartikan rakus. Karena, konsepnya hanya untuk mempertahankan cash flow. Ketika si pengusaha ingin membuka usaha-usaha berikutnya, maka saat itulah ia harus menyerahkan usaha-usaha sebelumnya pada orang-orang kepercayaannya. Dengan cara bagaimana Budi Utoyo melakukan hal ini?

Ketika sebuah bisnis sudah berjalan, maka masalah pun bermunculan baik yang datang dari dalam maupun luar bisnis itu. Jika mampu mengatasi masalah-masalah yang ada, maka bisnis itu akan, setidaknya, bertahan. Sebaliknya bila gagal, maka kejatuhan bisnis yang akan diterima. Dan, ambrugnya sebuah bisnis, bukan hanya berimbas pada masalah materi, melainkan, adakalanya, juga runtuhnya sisi non materi. Karena itu, jangan pernah sekali pun cuma mempunyai satu bisnis. Demikian dikatakan Budi Utoyo.

Pemilik bisnis di bidang kecantikan, kuliner, properti, dan lain-lain ini mengatakan hal itu berdasarkan pengalaman pribadinya dimana ketika bisnis kontraktornya terkena badai krisis moneter, maka runtuhlah ia secara materi maupun non materi. “Saat itulah, saya menyadari bahwa jika kita hanya memiliki satu bisnis, maka sifanya rawan. Salah satu faktor penyebabnya yaitu bermunculannya para pesaing. Tapi, jangan diartikan rakus. Sebab, prinsipnya hanya untuk mempertahankan cashflow. Dengan demikian, bila bisnis yang satu mati, masih ada bisnis yang lain. Sehingga,cashflow pun masih hidup,” kata Budi.

Di sisi lain, ia melanjutkan, ketika seorang pengusaha  ingin membuka usaha-usaha berikutnya, maka saat itulah ia harus menyerahkan usaha-usaha sebelumnya kepada orang-orang kepercayaannya.

“Menurut saya, seorang pengusaha itu harus terus belajar, bergerak aktif, dan melakukan berbagai inovasi. Saya melihat Liem Sioe Liongleha-leha di rumah, tapi usahanya terus berjalan. Aburizal Bakrie berkutat di politik tapi, usahanya juga terus berkembang. Saya berpikir, pasti ada sesuatu di situ. Kesimpulan saya, bila suatu bisnis itu tersistem, pemilik tidak terlibat sekali pun, bisnis tetap bisa berjalan. Lalu, saya pun menata sistem itu. Sehingga, ketika saya membuka bisnis di mana pun, sistem saya berikan kepada para karyawan saya, maka bisnis pun tetap dapat berjalan tanpa ada campur tangan saya di dalamnya,” ucap pemilik Leha-leha Day Spa dan Klinik Kecantikan & Kesehatan dr. Yati Utoyo ini.

Sistem, ia melanjutkan, berada dalam suatu organisasi usaha. Sementara dalam organisasi usaha, ada pelaku usaha. “Tapi, karena saya sudah tidak berada di dalamnya, maka yang menjalakan usaha tersebut adalah orang-orang kepercayaan saya. Mereka menjalankan usaha sesuai dengan sistem yang saya buat yaitu sebuah buku panduan tentang Standard Operating Procedure, sebuah management system. Lalu, buku panduan itu saya berikan kepada mereka untuk dibaca plustraining selama 2–3 hari. Selanjutnya, mereka sudah dapat berjalan dengan sendirinya,” ujarnya.

Untuk membentuk sistem, ia menambahkan, waktu yang dibutuhkan relatif. “Tapi, saya perkirakan sistem ini sudah dapat dijalankan dalam tempo 1–2 tahun. Dalam waktu itu, tentu saya selalu bekerja sama dengan mereka. Dengan demikian, saya selalu bersentuhan dengan mereka. Sehingga, saya dapat mengetahui karakter aslinya, kejujurannya, kedisplinannya, komitmennya terhadap perusahaan, dan lain-lain hingga akhirnya terbentuk sistem untuk menentukan layak tidaknya mereka menggantikan saya. Pada dasarnya, ada parameter-parameter dan ilmu-ilmu yang menunjukkan orang-orang itu bisa dipercaya atau tidak,” ucap insinyur teknik dari Universitas Brawijaya, Malang ini.

Sementara dalam membentuk sistem itu, Budi belajar pada semua “guru” entrepreneur di seluruh Indonesia. Uniknya, kalau boleh dibilang begitu, meski semua sistem yang mereka berikan bagus, tapi belum sesuai jika diterapkan dalam usahanya. Kemudian, ia mengikuti pelatihan yang diberikan Brad Sugars. Justru dari pelatih bisnis sekaligus praktisi dari Australia itulah, ia menemukan sistem yang selama ini ia cari. “Tapi, tidak berarti saya menelan mentah-mentah semua ajarannya, mengingat ia orang asing yang notabene budaya kami berbeda. Untuk itu, saya mengolah dan mengombinasikan ajaran Brad Sugars dengan para ‘guru’ entrepreneur Indonesia. Sehingga, akhirnya menjadi suatu pengayaan,” ungkapnya.

Dalam sebuah bisnis, terdapat suatu keyakinan bahwa berhasil tidaknya sebuah bisnis berada di tangan sang pemilik. Tapi, ada pula yang meyakini bahwa berhasil tidaknya sebuah bisnis tidak selalu berada di tangan pemiliknya. Untuk itu, si pemilik bisnis menyerahkan kepengelolaan bisnisnya pada orang-orang yang dipercayai. “Pernyataan pertama itu benar, asalkan si pemilik sehat terus. Sebab, jika si pemilik sehat terus, maka usahanya pun akan sehat terus. Sebaliknya jika si pemilik sakit, maka usahanya akan ikut sakit. Usaha yang ditangani sendiri oleh pemiliknya juga akan berjalan dengan optimal,” kata Ketua II Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia ini.

Namun, ia melanjutkan, orang-orang yang in the business, tidak bisa mengoreksi diri mereka sendiri. Mereka akan selalu merasa benar. “Orang-orang yang seperti itu tidak akan pernah menjadi pebisnis besar. Mengingat, waktu mereka terbatas,” imbuhnya.

Sementara pernyataan kedua, ia menambahkan, juga memiliki sisi plus di mana si pemilik usaha tidak perlu capek-capek berkutat hanya pada bisnis yang itu-itu saja. Yang bersangkutan dapat menyalurkan energi yang masih ada untuk membuka usaha yang lain, sebuah usaha baru. “Saya seperti mempunyai mesin uang. Sehingga, energi saya bisa untuk memikirkan usaha yang lain. Selain itu, dengan berada di luar, maka saya dapat mengetahui setiap kesalahan yang muncul dalam usaha-usaha saya,” katanya.

Sisi minusnya, ia melanjutkan, bisnis tidak berjalan dengan optimal. Dalam arti, bila ditangani sendiri oleh si pemilik bisa berjalan 100%, sedangkan bila ditangani orang lain hanya 80%. “Tapi, orang luar lupa bahwa kalau saya menciptakan 80% di usaha yang satu dan 80% di usaha yang lain, bukankah itu lebih banyak ketimbang hanya di satu perusahaan yang cuma 100%?” ujarnya.

Masalah lain yaitu rasa jenuh dari si pengelola karena merasa bukan usahanya. Lalu, yang bersangkutan kabur, misalnya. “Tapi, saya sudah memiliki sistem. Dalam arti, dalam berbisnis, saya tidak mungkin hanya bergantung pada satu orang. Jadi, kalau orang kepercayaan pertama keluar, maka nantinya akan digantikan oleh orang kepercayaan kedua, dan begitu seterusnya Untuk itu, harus selalu dipersiapkanorang-orang berikutnya yang fungsinya menggantikan, mendukung, atau meluruskan jika orang kepercayaan pertama berbelok dari sistem. Tapi, pada dasarnya, dalam hal ini, saya lebih banyajk melihat sisi plusnya,” pungkasnya.

Tags

Share this on:

Related Post