Dedy Kushendriyatno Memulai Usaha Dengan Pengalaman dan Modal Nol

[ File # csp4839884, License # 1114448 ] Licensed through http://www.canstockphoto.com in accordance with the End User License Agreement (http://www.canstockphoto.com/legal.php) (c) Can Stock Photo Inc. / AnikaSalsera

width=1024Ingin merasakan jabatan direktur, Dedy Kushendriyatno harus resign dari posisi terakhirnya sebagai supervisor di sebuah perusahaan IT bank. Lantas, Ia wujudkan impiannya dengan menjadi pengusaha laundry meski tanpa pengalaman dan nol modal. Apakah ia sudah gila?

Sebagai karyawan kontrak, sebenarnya Dedy Kushendriyatno masih terhitung beruntung dibandingkan ribuan pencari kerja di kota Yogyakarta empat tahun silam. Pendidikannya yang mumpuni membuatnya diterima di sebuah perusahaan IT bank. Selain fasilitas mobil, empat belas kali gajian berikut berbagai tunjangan menambal kantongnya. Saat itu posisinya mulai menanjak dari karyawan biasa menjadi supervisor maintenance IT di perusahaan tersebut.

Prestasinya sudah mulai diperhitungkan. Namun, impiannya untuk merasakan posisi direktur tetap saja sulit tercapai di perusahaan yang penuh kompetisi antara sesama karyawan itu. “Pengen sekali ngerasain jadi direktur, ya, cuma satu jalannya mesti keluar dari perusahaan itu,” sebutnya tentang cara kilatnya menjadi direktur.

Genap empat tahun sebagai karyawan, ia berani resign dari perusahaan itu. Sayangnya, bukan dukungan penuh yang diperoleh dari orang-orang terdekatnya, tetapi justru ejekan, cemoohan hingga berujung menyepelekannya. “Kok kemarin jadi IT bank, sekarang jadi tukang cuci. Belum punya pengalaman sok-sokan jadi pengusaha lagi,” ujar pria kelahiran Pati ini tergelak.

Ia tepis rasa mindernya saat itu dengan tetap fokus pada tujuannya menjadi pengusaha.  ”Biarin jadi tukang cuci, yang penting sekalian jadi direkturnya para tukang cuci,” gumamnya dalam hati, tak berani dengan tegas mengatakannya, sebab belum bisa menunjukkan bukti. Namun tetap saja bagi siapa pun saat itu, keputusan yang dia ambil sangatlah konyol.

Usaha jasa laundry membutuhkan total modal sebesar Rp 50 juta. Sementara ia hanya memiliki modal satu kali gaji terakhir, sebesar Rp 1,5 juta. Ia juga masih harus memikirkan kelangsungan hidup rumah tangganya. Usaha yang dibangunnya itu pun belum tentu bisa langsung untung, sebab ia masih nol pengalaman menjadi pengusaha.

“Mau bisnis, ya, jangan pakai duit  sendiri, pakai duit orang lain saja,” ia berargumen soal ulahnya yang dianggap tak masuk akal itu. Ia kemudian mulai mendekati mantan teman-teman kantornya yang dinilai bisa menjadi bankir usaha tersebut. Ditawarkannya sebuah kerjasama bisnis bagi hasil. Singkat cerita masalah modal akhirnya teratasi.

Modal sudah terkumpul, Dedy, begitu sapaan akrabnya, mendirikan usaha jasa laundry di kota Yogyakarta. Ia berani menjadi tukang cuci buat usahanya itu bersama istri dan kedua karyawannya. Namun, persaingan antara sesama usaha laundry di kota itu tak bisa dibendung, sehingga pendapatan bulan pertama cukup tipis. Ia putar akal sehingga tercetus ide mencari pasar lebih besar dengan kontrak kerja tahunan.

“Alhamdulillah strategi pemasaran saya berhasil jitu. Bulan kedua saya mendapatkan kontrak kerja laundry service dari EO-nya PPE DE UGM yang bergerak di bidang sentra pendidikan kilat instansi dan departemen pemerintah dengan kontrak service laundry tiap tahunan,” ujar suami Tri Setyaningsih ini bangga. Dari situ arus cash flow-nya pun mulai moncer bulan-bulan berikutnya.

Sukses dengan usaha layanan jasa laundry, otaknya terus mencari celah bisnis. Ia mulai mengincar peluang baru yang masih luput dari perhatian pengusaha laundry tanah air, yakni usaha mesin laundry. Ia mengemas mesin-mesin laundry itu dalam beberapa paket waralaba yang bisa dijalankan oleh pengusaha laundry baru. Di dalamnya sudah terdiri dari standart operasi hingga pendampingan saat menjalani usahanya.

Lantas, pasarnya mulai mapan, setahun kemudian ia mulai main sebagai dealer atau penyalur mesin-mesin laundry baik skala kecil mau pun industri, semisal untuk hotel atau laundry-laundry profesional besar. “Hingga sekarang saya dipercaya menjadi distributor oleh principal salah satu merek mesin laundry built-up impor dan principal salah satu merk mesin laundry lokal,” kata pria yang mengaku dipercaya investor atau principal karena selalu menjaga komitmen ini.

Di bawah fr3sh Group, kini ia telah memiliki lebih dari 260-an member outlet laundry di seluruh Indonesia. “Saya dan tim manajemen mau launching  laundry booth drive thru on SPBU pada bulan Mei ini,” lanjutnya tentang inovasi selanjutnya. Kini semua usahanya menjadi keran uang yang tak henti-hentinya mengalirkan laba ke kantongnya.

Omset bruto dikantonginya sebesar ratusan juta rupiah setiap bulan.  “Kalau dulu kerja 4 tahun jadi employer cari uang apalagi mau menabung sampai terkumpul 200 juta  nggak mungkin sekali,” tukasnya. Sementara sebagai entrepreneur dalam 4 tahun sudah bisa menghasilkan aset  seperti mobil, rumah, toko, outlet, karyawan, dan sebagainya senilai lebih dari Rp1 miliar.

“ Tentu enakan jadi pengusaha,” tandasnya seraya menyebutkan, bukan hanya bisa merasakan posisi direktur, tetapi juga lebih bahagia dunia akhirat sebab bisa membantu siapa pun yang membutuhkan. Bukan hanya itu, apa pun yang diinginkannya bisa didapatkan sebab memiliki lebih banyak uang ketimbang hanya menjadi karyawan. Alhasil, orang-orang terdekatnya kini justru banyak belajar darinya untuk menjadi pengusaha.

Tags

Share this on:

Related Post