Komisi III DPR Diminta Mendengarkan KPK Soal Revisi KUHAP

width=780JAKARTA, SiUntung.com – Di tengah polemik menolak revisi UU KUHP dan KUHAP yang dinilai akan melemahkan KPK, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso meminta usulan tersebut didengar oleh Komisi III DPR RI. Sebagai wakil rakyat, DPR wajib mendengar suara rakyat tersebut dengan tetap melanjutkan proses pembahasan revisi itu sendiri.

Mendengar suara rakyat itu wajib hukumnya untuk Komisi III DPR termasuk mempertimbangkan usulan KPK sendiri agar dilibatkan dalam revisi KUHAP dan KUHP itu. LSM saja wajib didengar, apalagi KPK. Hanya saja biarkan berproses dulu pembahasan ini. Jangan diragukan dulu, tegas Priyo pada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, .

Menurut Priyo, pihaknya belum menerima pembaruan termutakhir mengenai pembahasan RUU KUHAP. Karena itu, dia berharap pembahasan tersebut lancar. Di satu sisi DPR selalu diminta cepat menyelesaikan undang-undang, makanya anggota yang bolos sering disoroti. Di sisi lain baru akan membahas disuruh menghentikan. Tapi yang jelas Komisi III harus juga mendengarkan 12 pasal yang dianggap melemahkan KPK, tambahnya Priyo.

Pasal-pasal yang dianggap melemahkan kewenangan KPK tersebut terdapat 12 pasal menurut ICW yang melemahkan KPK. Berikut 12 poin di RUU KUHAP versi ICW yang berpotensi melemahkan KPK:

1. Dihapuskannya ketentuan penyelidikan. Dengan demikian kewenangan KPK untuk memerintahkan pencekalan, penyadapan, pemblokiran bank dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) juga akan hilang.

2. KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur dalam KUHAP. Ketent

3. Penghentian penuntutan suatu perkara. Berdasarkan ketentuan tersebut maka penuntutan kasus korupsi yang ditangani KPK dapat dihentikan oleh hakim pemeriksa pendahuluan.

4. Tidak memiliki perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan. Pasal 58 RUU KUHAP mengatur tentang persetujuan penahanan pada tahap penyidikan yang melebihi 5×24 jam. KPK dapat dianggap tidak memiliki kewenangan memperpanjang penahanan.

5. Masa penahanan terhadap tersangka lebih singkat. Dalam RUU KUHAP masa penahan tersangka dalam masa penyidikan hanya 5 hari dan dapat diperpajang hingga 30 hari. Padahal selama ini KPK memiliki kewenangan penahanan 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari ditambah 30 hari dan terakhir 30 hari.

6. Hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik. Hal ini berdampak jika diminta tersangka atau terdakwa, maka hakim pemeriksa pendahuluan dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan oleh KPK.

7. Penyitaan harus izin dari hakim. Hakim pemeriksa pendahuluan dapat menolak memberikan persetujuan penyitaan.

8. Penyadapan harus mendapat izin hakim. Penyadapan pembicaraan hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari hakim. Jika hakim tidak setuju, maka KPK tidak bisa melakukan penyadapan.

9. Penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim. Jika hakim pemeriksa pendahuluan tidak memberi persetujuan penyadapan, maka penyadapan dapat dibatalkan.

10. Putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

11. Putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi. Hal ini menjadi celah bagi koruptor untuk mendapatkan korting atau pengurangan jika prosesnya berlanjut hingga proses kasasi.

12. Ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur. Di aturan TPPU yang sekarang ada beban pembuktian terbalik sempurna, dimana seseorang harus menjelaskan asal-usul kekayaannya.(SON/mnb)

Tags

Share this on:

Related Post